Rabu, 16 Juli 2014

PERENCANAAN SARANA PRASARANA PERMUKIMAN KELURAHAN BANYUMANIK RW VII Tahun 2014-2024


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman mendefinisikan bahwa :
1.        Rumah  adalah    bangunan  yang  berfungsi  sebagai  tempat  tinggal  atau  hunian dan  sarana pembinaan keluarga,
2.        Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan,
3.        Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal  atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan penghidupan.
Rumah merupakan bangunan tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat serta aset bagi setiap manusia. Layak huni bukan hanya berarti merupakan bangunan yang megah dan besar, tetapi juga berada dilingkungan yang baik dan tertata, serta memenuhi semua kebutuhan si penghuni. perumahan merupakan sebuah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik kota/ desa, yang dilengkapi sarana, prasarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan permukiman adalah kumpulan perumahan yang mempunyai sarana, prasarana, utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan/ pedesaan.
Kawasan perumahan dan pemukiman yang baik adalah kawasan yang dapat menunjang kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh penghuni yang mendiami kawasan tersebut. Bukan hanya dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penghuninya, kawasan tersebut juga harus tertata rapi dan apik agar nyaman ditinggali, serta sesuai dengan peraturan - peraturan Pemerintah yang telah tersedia.
Oleh karena itu, perlu adanya sarana prasarana yang dapat menunjang aktivitas manusia yang hidup pada daerah tersebut. Sarana prasarana ini, diharapkan dapat membantu manusia dalam menjalankan aktivitas sehari – hari yang sesuai standar yang telah disebutkan. Pengembangan kawasan permukiman pun mutlak dilakukan, sebab setiap tahunnya, terjadi penambahan jumlah penduduk sebanyak 2 %. Sedangan, luas wilayahnya tidak akan berubah.  Dengan kata lain, luasan wilayah tersebut adalah konstan dengan terus bertambahnya kebutuhan akan tempat tinggal. Pertambahan penduduk ini, nantinya akan memaksa pembukaan lahan hijau untuk pengembangan kawasan hunian, sehingga daerah resapan akan berkurang. Maka dari itu, perlu adanya rencana pembangunan berkelanjutan. Hal ini dapat direalisasikan jika mulai saat ini, pemerintah telah membuat rencana tata ruang wilayah tersebut untuk masa yang akan datang ( 10 tahun ).
Jika dari sekarang wilayah tersebut telah dibina dan diorganisir dengan baik, maka dalam jangka waktu 10 tahun mendatang wilayah ini akan menjadi wilayah yang dapat ditinggali manusia dengan nyaman. Sarana prasarana mudah dijumpai dan dapat dimanfaatkan. Tanpa adanya pengrusakan lahan hijau sebagai daerah resapan dan lahan terbuka.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan kami jadikan acuan dalam observasi sarana dan Prasarana Pemukiman di daerah RW VII Kelurahan Banyumanik adalah sebagai berikut :
1.                  Berapakah kepadatan jumlah penduduk di RW VII Kelurahan Banyumanik ?
2.                  Bagaimanakah kondisi sarana dan prasarana daerah tersebut saat ini ?
3.                  Apa sajakah sarana dan prasarana yang belum ada di daerah tersebut?
4.                  Apakah permukiman tersebut sudah sesuai dengan SNI 03-1733-2044 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan?
5.                  Apa penyebab kurangnya kelengkapan sarana dan prasarana yang ada di daerah tersebut sehingga menjadikan lingkungan di sana terasa kumuh dan sangat minim akan fasilitas penunjang ?
6.                  Bagaimanakah perencanaan kawasan permukiman RW VII Kelurahan Banyumanik untuk tahun 2014-2024 mendatang ?

1.3 TUJUAN DAN SASARAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut kami menyusun tujuan perencanaan ulang RW 7 Kelurahan Banyumanik sebagai berikut :
-          Mempelajari  perumahan pemukiman di Kel. Banyumanik khususnya Rw 7.
-          Mengidentifikasi kekurangan pada perumahan pemukiman di daerah tsb.
-          Membandingkan kondisi perumahan pemukiman di RW 7 Kelurahan Banyumanik dengan standar yang telah ditetapkan pemerintah.
-          Merencanakan penataan ulang daerah pemukiman di Kelurahan Banyumanik, RW 7, menjadi pemukiman yang memenuhi standar.

BAB II
KONDISI EKSISTING

Kawasan perumahan yang berada di RW VII  Kelurahan Banyumanik Kota Semarang di dirikan pada tahun 1980-an. Kawasan ini berada di wilayah seluas 13,6 Ha. Dengan jumlah penduduk 752 jiwa yang terbagi dalam 5 RT.
Menurut data yang kami survey menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan di RW VII Kelurahan Banyumanik Kota Semarang adalah sebagai berikut:
                    Pemanfaatan Lahan
Unit
  1. Rumah
  2. Taman
  3. Pos Kamling
  4. Lapangan Olahraga
  5. Balai Pertemuan
  6. Apotik
  7. TPA Sampah
  8. Tanaman Obat
  9. Tempat Ibadah
  10. Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ)
292
2
1
2
5
1
1
1
2
1

Wilayah RW VII Kelurahan Banyumanik ini topografi tanahnya bagian timur berkontur dengan perbedaan tinggi tanah yang relative rendah, sedangkan bagian barat mempunyai perbedaan tinggi tanah yang relative tinggi.
Untuk prasarana di RW VII ini terdapat jaringan listrik dengan jarak tiap tiang listrik 25 meter. Untuk jalan utama mempunyai lebar 3,5 meter sedangkan jalan setapak lebar 1,5 meter. Untuk selokan air mempunyai lebar 25 cm.

Beberapa Foto Sarpras :






BAB III
PERENCANAAN SARANA & PRASARANA

1.  Dari hasil pengamatan, perumahan pemukiman di RW VII Kelurahan Banyumanik untuk sarana dan prasarana secara keseluruhan masih belum tercukupi.
2.  Perencanaan sarana dan prasarana yang memadai sangat penting untuk lebih mensejahterakan kehidupan warganya.

Data prasarana yang sudah ada di RW.07 Kel.Banyumanik.

                    Pemanfaatan Lahan
Unit
  1. Rumah
  2. Taman
  3. Pos Kamling
  4. Lapangan Olahraga
  5. Balai Pertemuan
  6. Apotik
  7. TPA Sampah
  8. Tanaman Obat
  9. Tempat Ibadah
  10. Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ)
292
2
1
2
5
1
1
1
2
1

Tabel 5.1 Prediksi Sarana Prasarana Untuk Kelurahan Banyumanik RW VII Tahun 2024
NO.
JUMLAH
PENDUDUK
(JIWA)
SARANA PRASARANA
JUMLAH
LUAS
LAHAN
2
min. (m )
1.
918
1. Peribadatan
Ø Mushola
Ø Masjid
2. Pemerintahan Dan
Pelayanan Umum
Ø Balai Pertemuan
Ø Pos Kamling
Ø Gardu Listrik
Ø Telepon Umum/Bis
Surana
4
1
5
5
1
2
400
600
1500
30
30
30
12000
18000


  
Peta Rencana Sarpras RW VII Kelurahan Banyumanik


Maket Perencenaan Sarpras RW VII Kelurahan Banyumanik


Selasa, 03 Juni 2014

BENTUK-BENTUK DASAR ORIENTASI DIRI


            Untuk para muslimin, pusat dunia adalah Ka’abah di Mekah sedangkan untuk orang kristen gunung Golgotha di  Yerusalem.Penghayatan adanya suatu “pusat dunia”,atau proses , sentrum, merupakan penghayatan manusia berjiwa religius yang sangat dalam, lagi sangat wajar.Manusia tidak dapat hidup dalam angkasa kosong atau ruang homogen, seolah-olah segala titik dan arah itu sama saja. Ia membutuhkan orientasi atau pengklibatan untu mengetahui arah.
Dunia ini tidak homogen, tidak semua tempat sama nilainya. Tetapi hirarkis yang artinya ada bagian yang paling penting , paling vital nilainya (pusar), ada yang kurang dan ada yang tidak bernilai sama sekali.
            Suatu wilayah tidak hanya dipahami geografis saja.Seperti contohnya di India, sebgai suatu mandala(bentuk) tetapi bentuk yang berdaya gaib. Dengan hubungan tertentu mandala dapat berarti juga citra gaib atau secara konkret daerah kerja yang berpengaruh kekuatan-kekuatan gaib.
            Bagi orang-orang dahulu, tata wilayah dan tata bangunan alias arsitektur tidak diarahkan pertama kali demi penikmatan rasa estetika bangunan, tetapi terutama demi kelangsungan secara kosmis. Artinya, selaku bagian integral dari seluruh kosmos dan Semesta Raya yang gaib. maka orang dahulu spontan membagi dunia menjadi tiga lapis, tribuwana atau dunia atas (surga,kayangan), dunia bawah  (dunia maut), dan dunia tengah yang dialami manusia.Ayam jago yang berkokok dini hari menandakan terbitnya matahari, sedangkan kokok jago dimalam hari membuat orang takut, karena menurut kepercayaan maut akan berkunjung.Inti dari adu ayam adalah Labuh Getih atau Tabuh Getih yng berarti korban darah
            Citra dasar sebuah gunung dapat kita temukan dalam gunungan wayang, yang selalu mendahului dan mengakhiri cerita. Pentajaban gunungan atau kekayan (pohon) berwarta pada awal mula adalah semesta,demikian juga pada akhirnya adalah semesta pula.Bila gunungan disebut juga kekayan,artinya pepohonan (gunungan selalu dilukiskan pohon besar) maka jelaslah bahwa gunungan dan pepohonan dirasakan bersaudara, sebentuk dasar.Pohon adalah lambang adanya semesta.
Banyak monumen yang dibuat dalam bentuk tugu (Tugu Pal Putih di Yokya, Tugu Proklamasi, Tugu Monas, Tugu Pahlawan, Tugu Pemuda, dan sebagainya).Juga bentuk stupa atau pagoda adalah perpaduan citra gunung dan tugu poros. Tugu menjulang tinggi ke angkasa dan sangat jelas melambangkan poros, khususnya Pusering jagat(menara-menara minaret masjid-masjid dibangun dengan tujuan lain yaitu tempat untuk memanggil  kaum muslim sholat.
Tampaklah bagaimana setiap karya bangunan merupakan upaya penghadiran semesta atau kahyangan raya.Oleh karena itu proses karya pembangunan juga merupakan upaya penghadiran penciptaan semesta raya, pewayangan kembali awal mula dunia ketika dijadikan oleh dewata atau Tuhan. Dikalangan suku-suku waropen Irian Jaya, rumah besar para pria diletakkan ditengah kampung. Atap rumah melambangkan angkasa sedangkan keempat dinding melambangkan simbol keempat arah kiblat.

Rabu, 14 Mei 2014

PEMUKIMAN KUMUH DAN TAK LAYAK HUNI



42 Titik Jadi Sasaran Permukiman Kumuh
Sebagian Besar di Semarang Utara

SEMARANG- Jumlah permukiman kumuh saat ini merebak di puluhan titik lokasi. Jika pada tahun 1963 terdapat 21 lokasi permukiman kumuh (slums and squatters), data penelitian tahun 2002 menunjukkan jumlah itu meningkat menjadi 42 lokasi. Hasil penelitian Universitas Islam Sultan Agung Semarang (Unissula) tahun 2002 menunjukkan 13 titik lokasi permukiman kumuh berada di Kecamatan Semarang Utara. Titik-titik permukiman kumuh, kata Ketua Pusat Studi Planologi Unissula M Agung Ridlo, antara lain berada di daerah Krakasan, Makam Kobong, Stasiun Tawang, Bandarharjo, Kebonharjo, Kampung Melayu, Tanjung Mas, Dadapsari, Purwosari, Plombokan, dan Panggung.

Berdasarkan hasil studi yang sama, sejumlah kawasan di Kecamatan Tugu juga dihuni oleh kaum suburban. Agung menemukan permukiman kumuh di Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randugarut, Karanganyar, Tugurejo, dan Jrakah. ''Daerah Semarang bagian utara menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang. Kawasan dekat pantai seperti Bandarharjo dan Mangunharjo menjadi pusat perdagangan dan industri yang menarik orang untuk datang dan bekerja,'' kata dia.

Proses terbentuknya permukiman kumuh, lanjut Agung, terjadi karena para pekerja memilih tinggal di dekat tempat kerja. Perkembangan Kota Semarang bermula dari sekitar pelabuhan yang diikuti pertumbuhan industri di sekitar Genuk dan Kaligawe. Sementara perdagangan dan jasa berada di sekitar Johar. Perkembangan yang begitu pesat di pusat perdagangan, industri, dan jasa mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Sementara pada bagian lain, para pendatang seringkali tidak memiliki keterampilan dan bekal yang cukup dari kampung halaman.

''Mereka kemudian mencari tempat tinggal seadanya di dekat pabrik atau pantai. Sedikit demi sedikit permukiman kumuh pun terbentuk.''

Kondisi permukiman kumuh itu berbeda dengan standar permukiman yang ada di kota. Permukiman itu, acap tidak layak huni lantaran kotor, lusuh, tidak sehat, tidak tertib, dan tidak teratur. Agung mengelompokkan permukiman kumuh yang ada di Kota Semarang ke dalam empat model, yakni model optimal, pathological, premature, dan intermediate.

Model pathological, biasanya terjadi di lokasi yang berdekatan dengan pusat aktivitas perdagangan, pertokoan, dan pasar. Pada lokasi tersebut, terlalu banyak migran berpendapatan kecil. Sementara model intermediate berada di pusat aktivitas pergudangan, transportasi kereta api, pelabuhan, atau pusat perdagangan. Sedangkan model prematur dapat dilihat pada permukiman nelayan di pinggiran kota. Pada optimal model, infrastruktur permukiman potensial namun pengakuan atas lahan tidak ada. ''Beberapa di antara permukiman kumuh tipe optimal diakses berbagai fasilitas seperti listrik dari PLN. Namun sejatinya warga yang tinggal di sana rentan digusur karena menempati tanah yang bukan miliknya,'' kata Agung.

Peraturan tata ruang, seharusnya menjadi referensi berbagai pengambil kebijakan lintas sektoral. PT PLN , misalnya, seharusnya memiliki referensi tempat-tempat yang tidak direkomendasikan sebagai permukiman dan mana yang bukan.

Program permukiman murah dan sederhana pun tidak cukup mampu menyentuh kebutuhan warga akar rumput. Jika tidak, penataan kota akan semakin tumpang tindih dan masalah permukiman tidak akan terselesaikan. (H5-84)

Saran:
            Banyak masyarakat miskin yang memilih membuat rumah seadanya dan tidak layak huni karena mereka tidak mampu membuat rumah yang layak huni.Selain itu karena rumah yang mereka buat tersebut dekat dengan lingkungan kerja mereka sehingga tidak mengeluarkan biaya saat pergi bekerja.Seharusnya pemerintah lebih memerhatikan kondisi tersebut karena itu akan membuat kota Semarang semakin kumuh.Pemerintah harus mencari solusi agar supaya perkampungan kumuh di kota Semarang semakin berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali.Ini juga tugas seorang arsitek yang harus bisa membuat perkampungan yang kumuh tersebut menjadi area atau wilayah yang bersih dan layak huni.Di kota-kota lain sudah pernah mencoba membuatkan rumah susun untuk masyarakat miskin,namun mereka memilih kembali ke rumah lamanya karena jarak rumah susun jauh dengan tempat mereka bekerja.Untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah harus juga membuatkan lapangan pekerjaan bagi mereka karena masih banyak dari mereka yang masih menjadi pengangguran.