Untuk para muslimin, pusat dunia
adalah Ka’abah di Mekah sedangkan untuk orang kristen gunung Golgotha di Yerusalem.Penghayatan adanya suatu “pusat
dunia”,atau proses , sentrum, merupakan penghayatan manusia berjiwa religius
yang sangat dalam, lagi sangat wajar.Manusia tidak dapat hidup dalam angkasa
kosong atau ruang homogen, seolah-olah segala titik dan arah itu sama saja. Ia
membutuhkan orientasi atau pengklibatan untu mengetahui arah.
Dunia
ini tidak homogen, tidak semua tempat sama nilainya. Tetapi hirarkis yang
artinya ada bagian yang paling penting , paling vital nilainya (pusar), ada
yang kurang dan ada yang tidak bernilai sama sekali.
Suatu wilayah tidak hanya dipahami
geografis saja.Seperti contohnya di India, sebgai suatu mandala(bentuk) tetapi
bentuk yang berdaya gaib. Dengan hubungan tertentu mandala dapat berarti juga
citra gaib atau secara konkret daerah kerja yang berpengaruh kekuatan-kekuatan
gaib.
Bagi orang-orang dahulu, tata
wilayah dan tata bangunan alias arsitektur tidak diarahkan pertama kali demi
penikmatan rasa estetika bangunan, tetapi terutama demi kelangsungan secara
kosmis. Artinya, selaku bagian integral dari seluruh kosmos dan Semesta Raya
yang gaib. maka orang dahulu spontan membagi dunia menjadi tiga lapis, tribuwana
atau dunia atas (surga,kayangan), dunia bawah
(dunia maut), dan dunia tengah yang dialami manusia.Ayam jago yang
berkokok dini hari menandakan terbitnya matahari, sedangkan kokok jago dimalam
hari membuat orang takut, karena menurut kepercayaan maut akan berkunjung.Inti
dari adu ayam adalah Labuh Getih atau Tabuh Getih yng berarti korban darah
Citra dasar sebuah gunung dapat kita
temukan dalam gunungan wayang, yang selalu mendahului dan mengakhiri cerita.
Pentajaban gunungan atau kekayan (pohon) berwarta pada awal mula adalah
semesta,demikian juga pada akhirnya adalah semesta pula.Bila gunungan disebut
juga kekayan,artinya pepohonan (gunungan selalu dilukiskan pohon besar) maka
jelaslah bahwa gunungan dan pepohonan dirasakan bersaudara, sebentuk
dasar.Pohon adalah lambang adanya semesta.
Banyak
monumen yang dibuat dalam bentuk tugu (Tugu Pal Putih di Yokya, Tugu
Proklamasi, Tugu Monas, Tugu Pahlawan, Tugu Pemuda, dan sebagainya).Juga bentuk
stupa atau pagoda adalah perpaduan citra gunung dan tugu poros. Tugu menjulang
tinggi ke angkasa dan sangat jelas melambangkan poros, khususnya Pusering
jagat(menara-menara minaret masjid-masjid dibangun dengan tujuan lain yaitu
tempat untuk memanggil kaum muslim
sholat.
Tampaklah bagaimana
setiap karya bangunan merupakan upaya penghadiran semesta atau kahyangan
raya.Oleh karena itu proses karya pembangunan juga merupakan upaya penghadiran
penciptaan semesta raya, pewayangan kembali awal mula dunia ketika dijadikan
oleh dewata atau Tuhan. Dikalangan suku-suku waropen Irian Jaya, rumah besar
para pria diletakkan ditengah kampung. Atap rumah melambangkan angkasa
sedangkan keempat dinding melambangkan simbol keempat arah kiblat.