Selasa, 03 Juni 2014

BENTUK-BENTUK DASAR ORIENTASI DIRI


            Untuk para muslimin, pusat dunia adalah Ka’abah di Mekah sedangkan untuk orang kristen gunung Golgotha di  Yerusalem.Penghayatan adanya suatu “pusat dunia”,atau proses , sentrum, merupakan penghayatan manusia berjiwa religius yang sangat dalam, lagi sangat wajar.Manusia tidak dapat hidup dalam angkasa kosong atau ruang homogen, seolah-olah segala titik dan arah itu sama saja. Ia membutuhkan orientasi atau pengklibatan untu mengetahui arah.
Dunia ini tidak homogen, tidak semua tempat sama nilainya. Tetapi hirarkis yang artinya ada bagian yang paling penting , paling vital nilainya (pusar), ada yang kurang dan ada yang tidak bernilai sama sekali.
            Suatu wilayah tidak hanya dipahami geografis saja.Seperti contohnya di India, sebgai suatu mandala(bentuk) tetapi bentuk yang berdaya gaib. Dengan hubungan tertentu mandala dapat berarti juga citra gaib atau secara konkret daerah kerja yang berpengaruh kekuatan-kekuatan gaib.
            Bagi orang-orang dahulu, tata wilayah dan tata bangunan alias arsitektur tidak diarahkan pertama kali demi penikmatan rasa estetika bangunan, tetapi terutama demi kelangsungan secara kosmis. Artinya, selaku bagian integral dari seluruh kosmos dan Semesta Raya yang gaib. maka orang dahulu spontan membagi dunia menjadi tiga lapis, tribuwana atau dunia atas (surga,kayangan), dunia bawah  (dunia maut), dan dunia tengah yang dialami manusia.Ayam jago yang berkokok dini hari menandakan terbitnya matahari, sedangkan kokok jago dimalam hari membuat orang takut, karena menurut kepercayaan maut akan berkunjung.Inti dari adu ayam adalah Labuh Getih atau Tabuh Getih yng berarti korban darah
            Citra dasar sebuah gunung dapat kita temukan dalam gunungan wayang, yang selalu mendahului dan mengakhiri cerita. Pentajaban gunungan atau kekayan (pohon) berwarta pada awal mula adalah semesta,demikian juga pada akhirnya adalah semesta pula.Bila gunungan disebut juga kekayan,artinya pepohonan (gunungan selalu dilukiskan pohon besar) maka jelaslah bahwa gunungan dan pepohonan dirasakan bersaudara, sebentuk dasar.Pohon adalah lambang adanya semesta.
Banyak monumen yang dibuat dalam bentuk tugu (Tugu Pal Putih di Yokya, Tugu Proklamasi, Tugu Monas, Tugu Pahlawan, Tugu Pemuda, dan sebagainya).Juga bentuk stupa atau pagoda adalah perpaduan citra gunung dan tugu poros. Tugu menjulang tinggi ke angkasa dan sangat jelas melambangkan poros, khususnya Pusering jagat(menara-menara minaret masjid-masjid dibangun dengan tujuan lain yaitu tempat untuk memanggil  kaum muslim sholat.
Tampaklah bagaimana setiap karya bangunan merupakan upaya penghadiran semesta atau kahyangan raya.Oleh karena itu proses karya pembangunan juga merupakan upaya penghadiran penciptaan semesta raya, pewayangan kembali awal mula dunia ketika dijadikan oleh dewata atau Tuhan. Dikalangan suku-suku waropen Irian Jaya, rumah besar para pria diletakkan ditengah kampung. Atap rumah melambangkan angkasa sedangkan keempat dinding melambangkan simbol keempat arah kiblat.